puisi cieee...


Dingin…
hari ini dingin
dingin yang meraja bila kau ingin tau
ada yang datang meski tak sempat ucap salam
ada yang pergi meski tak ada selamat tinggal
tapi aku masih dingin dalam kerajaan api
api yang bergolak
panas sekali
bukan kehangatan dari api ini yang kusesali
hanya saja dinginnya tak mau lepas
mungkin hanya masalah waktu
hingga yang pergi, datang untuk sekedar hilangkan sedikit dingin
karena aku bisa saja mati dalam dingin yang tak pernah jelas
kenapa harus dingin?
maaf saja aku lebih rela bila mati terbakar
daripada dinginnya menyiksa
tiap detik, tiap menit, tiap jam, tiap kau hilang...

Kali Ini Saja
Dalam penat yang selalu mengantar hari,
Ada jawab yang belum ditanya, mengapa?
Karena pendaran rasa masih tertuang dalam khayal yan tak pernah berhenti mengigau
Bias awal yang memilukan kembali teringat.
Salah! Ini benar-benar salah!
Jangan seperti ini terus….
Aku ingin air, aku ingin sejuk…
Kali ini saja….

Dukun
Orang itu gila!
Orang itu nyeleneh!
Orang itu seaneh-anehnya orang!
Orang itu memang dukun….

Tamu Tak Diundang
Ada yang hadir dalam keanehan rasa
Meski terbuat dari dalam hati, tapi ini bukan itu
Memang telah datang tapi kenapa harus datang?
Ini tidak seperti yang tertulis…
Benarkah yang tertulis?
Tapi sungguh telah datang sekarang tanpa rekayasa…
Tak apa, yang penting tidak ada kabar buruk….
Mari….
Detik
Jangan ini lagi, detik ini harus ada mawar yang tersampaikan
Meski dari kertas biarlah terbentuk mawar
Karena detik yang lalu telah membusuk dalam malam yang tidak patuh
Ada yang ingin dinobatkan dalam perjanjian malam
Mahkota senyum terlampir dalam tiap detik yang tersisa di sini
Detik ini terlalu berharga untuk berkata tidak pada mimpi…
Detik ini

Doa Pagi Ini
Perjamuan pagi yang menghitam dalam kelembutan
Ada seberkas harapan yang membatu di balik kaos bau yang kupakai
“Bolehlah Kau ijinkan kami bergurau, seperti penaka domba dengan domba-dombanya2”
Ini kumpulan benang yang mengalut
Bisik kulitku mengharap, “ Semoga datang tukang pos kabarkan kebaikan”.
Atau bisa kusebut sebagai doa pagi ini

Pembawa Kabar
Terik siang ini meneriakiku dalam kelelahan,
Kecemasan menunggu pembawa kabar yang akan membuat senyum siang ini
Tak perlu kau gores luka yang terlahir di tubuh ini
Sudah tak ada lagi tempat untuk kau taruh obat
Kenapa tidak ada kabar baik yang lindapkan senyap
Biar luka tak lagi tergores, dan
Obat tak lagi kau beri….

Sepi yang Memanas
Panas, geram, tak ada kata untuk tertawa
Pengap, suram…
Akh….
Dari kemarin begini saja, dari kemarin
Tak ada yang berubah
Ataukah ubah tempat?
Akh persetan dengan ini semua
Dengan kebisingan yang kalian lantunkan
Dengan semua tawa yang menyedihkan
Hati ini tetap memanas
Meski harus kau sajikan drama tentang si buta yang melihat langit
Atau tentang pasir yang berubah menjadi bara,
Atau apalah yang biasa kalian tertawakan
Yang ada kini hanya cepatkan, segerakan kau datang
Biar ini tak jadi sepi yang memerah….

Seperti Waktu Itu
Siang ini terik lagi seperti yang pernah ada
Waktu itu…
Mungkin sedikit bising ketika teriakan meraja
Dulu juga….
Ada pertentangan dalam kalut yang mengabut
Dalam takut,
Seperti waktu itu….
Ada yang terlintas, memang…
Seperti waktu itu lagi….
Marah di Dalam
Seperti menangis dalam goa
Yang paling dalam….
Seperti menahan kepenatan yang tak pernah berhenti
Apa yang harus dilakukan pengembara ketika diberi pilihan terjun menyelamatkan hari?
Mengapa sekarang kalian harus diam?
Mengapa tidak seperti ketika kalian menyebutnya sebagai keceriaan??
Marah? Memang, salahkah?
Ini memang marah tapi di dalam…
Marah di dalam, seperti yang pernah kau lihat.

Di Sini…
Di sini ada yang terlupakan
Di sini ada yang terlalaikan
Di sini ada yang tercampakkan
Ini perih
Ini ngilu
Ini sakit
Ini di sini….
Kalam Setengah
Kali ini kalam berkata lain, mungkin dari yang entah tak tahu
Menggoreskan kata-kata yang panic
Melantunkan prosa yang tak pernah sampai, sampai ku tulis ini
Menjelaskan definisi-definisi yang sulit kumengerti
Meceritakan kisah yang terbuang
Mengguratkan apa yang tak ingin kalian tahu,
Dan apalah seterusnya biar kalian yang melanjutkan
Kalam….
Hari yang Berlalu
Menghapus yang telah tercatat,
Menghilangkan yang telah ada,
Meragukan yang telah pasti,
Mengaburkan yang dijelaskan
…..
Hari yang berlalu….
Mengingatkan yang terlupa
Menggetarkan yang terdiam
Meneriakkan Sang Petapa…

Bisikkan Sesat
Ini hanya iblis merasuk dalam-dalam
Hanya sekedar gurauan setan
Hasutan semata yang tercipta
Rayuan yang sesat
Jangan lagi kau biarkan itu masuk
Bila ingin selamat denganku
Kuakui memang hasutan datang dan pergi, tapi pertarungan
Ini bukan pertarungan seperti itu
Seperti yang mereka sangkakan
Dan…
Hanya sekedar bisikan sesaat…

Mimpimu
Ini hanya sedikit yang kau beri ketika aku memberi banyak
Dan
Meraup segenggam kepenatan dalam sebuah lorong
Perjalanan memang gelap bila tak ada lentera yang pijar
Lalu
Kau lupa dalam keanggunan mimpi setiap orang
Dalam arus yang menderas di atas pijakan kita
Sehingga
Kau berlari dalam gelap menuju jurang yang menyakitkan
Terus berlari tanpa tersadar sedikitpun atas semua
Kini
Kau tersedu saat kubangunkan dari mimpimu
Berharap lupakan teriakan ketika kau bermimpi
Kubilang
Untuk apa?? Jangan lagi berteriak
Ikutlah denganku membawa panji-panji yang kita buat
Semoga
Selalu dalam doa yang tak direncanakan
Selalu dalam kehati-hatian…

Dalam Sebuah…
Perjalanan ini bukan yang awal
Pertarungan hari yang sekam ini bukan permulaan yang kunantikan
Ada yang menanti dalam rahasia yang telah ditentukan, entah apa lagi.
Semua telah menunjukkan semua meski tak pernah ada yang dimengerti
Tiap hari,tiap detik, tiap saat tiap-tiap apapun itu…
Dalam sebuah helaan nafas….

Aku Ingin Punya Telinga dan Mata
Semua pudar,
Cahayapun berpendar dalam kekhilafan
Semua menyesal
Kau, aku dan dia….
Semua memang menyesal
Tapi
Akh semua memang menuntut pada Tuhan agar berpaling ke belakang lagi
Tapi sekali lagi, sayang mata ini tercipta di depan meski telinga di samping akan mendengarkan suara yang di depan dan di belakang
Maklumkanlah telinga, karena aku ingin punya telinga dan mata….

Yang Ku….
Ini yang kubenci,
Saat kutunggu layang-layang yang masih di udara
Kapan akan jatuh atau tetap terbang
Kenapa tidak pakai mesin saja, biar selekas mungkin dijawab
Sehingga tak ada lagi yang perlu ditanyakan
….
Ini yang kutakutkan
Saat doa penuh berharap yang ada, yang terukir dengan nama Tuhan
Menjadi doa penuh luka, sebab yang terjadi hanya campur tanganNya saja kini
….
Ini yang kulantunkan
Saat tak ada lagi penghibur yang melagukan keresahan yang terpatri
Menjerumuskanku dalam-dalam….

Tangisan Doa yang Meratap
Kumohon dalam rahasiaMU
Bolehkah kutangisi doa ini?
Berikan aku kekurangan atas keangkuhan yang Kau beri
Kabulkan setiap keburukan atas kekafiranku yang Kau beri
Buatkan aku scenario yang kuharap dengan isayaratMu
Manfaatkan tangisku dalam setiap doa yang merajam
Yakinkan aku pada setiap keputusanMu
Dalam ini, dalam ratapan menangis sebuah doa

Dosaku, Doaku
Apa kabar dosa?
Sudah lama kita tak bersua
Kemana engkau selama ini?
Dan kumenagih janjimu untuk pertemukan kita lagi
Bolehlah kutinggalkan doa, karena yang terekam hanya seperti itu saja
Kutinggalkan kau sebab bersama doa, dan
Kutingglakan doa sebab bersama dosa.
Tapi kalianlah kesayanganku
Dalam hidup
Ku dosa, ku doa…

Pesan Untukmu dalam Sebuah Isyarat
Kau dengar itu?
Kutitipkan pesan itu lewat angin
Kau terima itu?
Kusampaikan keluhku lewat ranting pos di depan rumahmu
Kau lihat itu?
Kugambarkan rindu lewat siluet awan hari ini.
Jangan khawatirkan aku karena ku tak datang
Sebab ku tak punya pintu yang langsung menuju jalan ke rumahmu
Itulah yang kubuat untukmu
Kau sadari itu?

Baraku
Memang aku tak sedingin yang mereka punya
Aku ini bara yang bisa saja terbakar karena percikan dan panas yang entah darimana?
Berilah sedikit air surga, es atau apalah yang menurutmu bisa dinginkan segala
Ku hanya tawarkan permintaanku
Sebab ku tak lagi harus mencari kemana?
Untuk sejenak tak terbakar lagi
Untuk sekedar berlari tanpa kehausan
Demi merasakan sejuknya jalan berlubang

Kau Bilang
Kau bilang tak pernah beranjak dari kesepian ini
Dulu sekali…
Kau bilang tidak akan mencari payung saat matahari mengikutimu sepanjang jalan
Kau juga bilang tidak ingin sama sekali menjadi yang mereka mau
Kau katakan bila kau memang berbeda seperti yang datang padaku
Kini…
Apa yang harus kubilang lagi tentangmu, karena kau terus bilang seperti itu?
Kenapa harus kau bilang hal serupa lagi?
Dan…
Kenapa harus kau bilang?

Ini Bukan
Ini bukan seperti para pesulap yang meronta untuk diperhatikan
Ini bukan pelakon panggung yang sama seperti yang mereka lakoni
Ini sekedar teriakan yang menangisi malam, siang, pagi dan hari-hari berikutnya
Bukan untuk meminta pertolongan kalian
Juga bukan sekedar nyanyian yang pernah mereka ciptakan

 
Dalam sebuah cerita pagi
Pagi dalam kesakitan yang menjadi-jadi
Padahal sudah lama tidak dijadikan
Apa yang harus tertulis lagi?
Semua telah jadi dalam sekarung asa
Berawal dari sejentik luka yang membesar
Tak mungkin lindap begitu saja meski kau buat asa yang baru
Dalam memori yang terkunci dalam gudang hatimu
Kenapa harus terbuka dalam kerapatan?
Kuncikah yang perlu dipersalahkan?
Ini memang pagi yang membutakan darah
Dalam sebuah cerita pagi…

Cijantung, 1 Juni 2011

Aku Menulis Lagi
Aku kembali menulis lagi
Saat semua telah terlanjur mati dalam genggaman
Nafas yang terhembus masih dalam harap
Setumpuk kata iringi hari, entah sampai dimana?
Aku kembali menulis lagi
Dalam bayangan yang tak terelakkan
Bayangmu, bayangnya dan bayangan itu…
Menghembuskan simponi yang tak akan pernah jelas
Aku kembali menulis lagi
Dalam susunan bata merah yang terukir dalam mimpi
Aku kembali menulis lagi
Saat berakhir waktu yang gagal kujaga waktu itu
Waktu ku bernyanyi dalam nada sumbang
Tentang hidup dan kebijaksanaan…
Dan,
Aku tetap menulis lagi…
Cijantung, 1 Juni 2011

Untitled
Kuberjalan dalam sebuah mimpi
Mimpi yang tak kau raih dalam hati
Yang tak pernah berakhir seperti dulu
Tak pernah ada akhir…
Kuberlari dalam kesakitan ini
Yang telah kau berikan waktu itu
Dalam kebanggaanku padamu
Dan kubanggakan dulu…

Semua telah terukir menjadi sebuah cerita yang pahit
Dan ku ada dalam kenyataan cerita pedih
Semua telah beranjak menuju mimpi terakhir yang sulit

Adakah yang ingin menuntunku lagi mencari angin segar seperti dulu??

Malam yang Mengganggu

Ada yang mengganggu malam ini
Bukan suara yang telah diciptakan Tuhan untukku
Bukan jangkrik, burung hantu atau mungkin bintang dalam dongeng
Tak dapat tidur malam, pasti…
Tapi buatlah jadi indah
Sebab esok ada yang harus kudendangkan
…..
Ada yang mengganggu malam ini
Seperti yang pernah kubilang dihari yang lalu
Mungkin memang harus seperti mala mini untuk esok, lusa
Minggu depan atau hingga aku tak lagi punya malam

Kuingin Buat Puisi
Hari ini aku belajar untuk buatkan puisi untukmu
Atau mungkin pantun murahan
Terserahlah kau harus bilang seperti apa
Yang penting hari ini puisi itu selesai hingga kau percaya aku bisa membuat puisi
Tentang langit, darah, air mata atau mungkin saja tentangmu
Tapi ada yang selalu ku hadirkan di depan matamu
Daun telingamu, cokelat kulitmu dan indah matamu
Yaitu…
Kuingin buat puisi…
Hanya itu…

Pertarungan Iblis dan Malaikatku
Ada yang bertarung dalam darah
Bukan darah sapi tentunya, ini darah yang mengantarku pulang
Jangan berpaling karena ini hanya sekedar darah
Kalian juga punya
Jangan pula mengintip sesaat demi sesaat
Sebab ini bukan pertaruangn seperti bayangan pikiran atau mata kalian
Ini pertaurangan iblis dan malaikat
Yang sangat menggoda
Untuk berlaku….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar